Kisah bunda A’isyah bintu Abi Bakr As-Shiddiq radhiyallahu
https://telegram.me/kisah_teladan_penuh_hikmah
BIDADARI YANG DIMIMPIKAN RASULULLAH
Rasulullah berkata kepada Aisyah :
“Aku melihat dalam mimpi selama 3 bulan, malaikat mendatangiku dengan membawamu dengan menutupimu dengan kain sutra. Ia berkata: “Inilah istrimu”, maka akupun membuka wajah di balik kain sutra itu, dan ternyata engkaulah wanita itu. Maka aku katakan: “Bila ini dari Allah, Dia pasti akan melakukannya (menakdirkannya)."
Hadist Muttafaqun ‘alaih.
Itulah istri Nabi _Shallallahu alaihi wa salam_ , Aisyah binti Abu Bakar as Shiddiq, ibunya bernama Ummu Ruman. Beliau lahir empat tahun setelah diangkatnya Muhammad menjadi Nabi.
Aisyah menceritakan, “Rasulullah menikahiku setelah meninggalnya Khadijah _radhiyallahu anhu_, sedang aku masih berumur enam tahun (dalam sumber yg lain, ada pula yang menyebut 9 tahun) . Dan aku dipertemukan dengan beliau tatkala aku berumur sembilan tahun."
"Para wanita datang kepadaku, padahal aku sedang asyik bermain ayunan dan rambutku terurai panjang. Lalu mereka menghiasiku dan mempertemukan aku dengan Rasulullah.” (Lihat Abu Dawud: 9435).
Kemudian biduk rumah tangga itu berlangsung dalam suka dan duka selama 8 tahun 5 bulan, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia pada tahun 11 H. Sedang Aisyah baru berumur 18 tahun.
Di antara istri-istri Rasulullah, Aisyah _radhiyallahu anhu_ mempunyai tempat yang sangat istimewa. Ia adalah satu-satunya istri yang dinikahi Nabi dalam keadaan masih gadis. Dialah, yang sejak awal disiapkan oleh Allah _Subhanahu wa ta'alaa__ untuk menjadi pendamping dan penyokong Rasulullah sebagai Pengemban Risalah. Putri dari sahabat Rasulullah yang paling dicintai, yakni Abubakar Shiddiq _radhiyallahu anhu_, dan dia berhasil menjadi istri yang paling dicintai oleh Rasulullah. Di pangkuannyalah, Rasulullah menghembuskan nafas terakhirnya.
Aisyah adalah figur dan potret wanita ideal nan agung. Ia memiliki hati nan lembut, penuh cinta dan kehangatan, setia, berwawasan tajam, perasa, dan menjadi sentral dalam kehidupan. Dia pun penebar kedamaian, kasih sayang, dan cinta.”Sungguh aku tahu marah dan lapangmu ketika kamu tenang,”kata Rasulullah kepada Aisyah.
Aisyah bertangan nan lembut dalam damai dan payah, serta cerdas dan ikhlas. Tak heran kalau ia sampai pada derajat seperti yang disabdakan Rasulullah, ”wanita adalah ‘belahan jiwa pria’.
##KEHARMONISAN RUMAH TANGGA ROSULULLAH##
Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil Aisyah dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.
Aisyah menuturkan: “Pada suatu hari Rasulullah berkata :
“Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah), Malaikat Jibril tadi menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih)Betapa bahagianya Aisyah mendengar hal ini.
Rasulullah tidak melewatkan kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan menyenangkan istri melalui hal-hal yang dibolehkan.
Aisyah mengisahkan:
Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping.
Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku:
“Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.”
Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau hanya diam saja atas keunggulanku tadi.
Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan.
Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengalahkanku.
Beliau tertawa seraya berkata:
“Inilah penebus kekalahan yang lalu!”
(HR. Ahmad)
Sungguh! merupakan sebuah bentuk permainan yang sangat lembut dan sebuah perhatian yang sangat besar. Beliau perintahkan rombongan untuk berangkat terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang istri dengan mengajaknya berlomba lari.
KECERDASAN AISYAH
Aisyah istri Nabi yang sangat cerdas. Ribuan hadis seputar hukum, wahyu, perilaku Nabi dan lainnya, bersumber darinya.
”Aku tidak melihat seorang pun yang memiliki kepandaian dalam ilmu fiqih, kedokteran, dan syair melebihi Aisyah," kata Urwah bin Zubair.
Dengan kecerdasan dan ketajaman ingatannya itu, Aisyah dikenal pula sebagai periwayat hadis Nabi. Aisyah meriwayatkan sekitar 1.210 hadis dan sebanyak 228 di antaranya terdapat dalam hadis Imam Bukhari.
Selain itu, Aisyah juga dikenal sebagi wanita yang mampu menyusun kata-kata dan piawai melakukan orasi. Ia pun tak segan untuk bersuara lantang saat di hadapannya ada penyelewengan yang ia anggap tak sesuai dengan Alquran dan Sunah.
Peristiwa ini pernah terjadi pada pemerintahan Muawiyah. Sebuah pemerintahan yang lahir setelah masa kekhalifahan terakhir yang dipegang Ali bin Abi Thalib berakhir. Aisyah menentang Muawiyah karena dianggap pemerintahannya melenceng.
Selain kecerdasan dan masa-masa manis yang dilalui Aisyah dengan Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam, dia juga pernah mengalami cobaan yang cukup berat.
Ini terjadi setelah terjadi peperangan kaum Muslim dengan Bani Mustaliq pada 628 M. Saat itu Aisyah ikut mendampingi Rasulullah.
Dalam perjalanan pulang dari medan perang, Aisyah dan rombongan berhenti di suatu tempat. Di sinilah kemudian terjadi fitnah terhadap Aisyah.
Sumber : Ensiklopedi Islam untuk pelajar, www.bumiislam.wordpress.com, kisahmuslim.com
*KESUCIANNYA DIUMUMKAN DARI 7 LAPIS LANGIT*
Lanjutan Kisah Aisyah
Aisyah menuturkan,
“Jika Rasulullah hendak melakukan perjalanan, maka beliau mengundi siapa diantara istrinya yang akan mendampingi beliau. Saat itu namaku yang keluar, maka aku pun menyertai perjalanan beliau dalam perang. Peristiwa ini terjadi sesudah ayat tentang hijab diturunkan. Aku dibawa di dalam sekedup (tandu di atas punggung onta) dan beristirahat di dalamnya."
Kami pun berangkat menyertai Rasulullah dalam peperangan tersebut hingga selesai.
Ketika perjalanan pulang telah dekat dengan Madinah, pada waktu itu hari sudah malam. Rasulullah memerintahkan untuk melanjutkan perjalanan di malam hari.
Sesaat sebelum perintah Rasulullah diumumkan, aku meninggalkan perkemahan tentara untuk suatu keperluan. Setelah selesai, aku segera kembali menuju kemah. Malangnya, aku kehilangan kalung karena patah saat aku berjalan tergesa-gesa. Maka akupun kembali untuk mencari kalungku itu, sehingga aku pun terlambat.
Orang-orang yang mengangkut tandu datang dan langsung mengangkatnya ke atas punggung unta. Mereka mengira aku berada di dalamnya. Saat itu tubuhku sangat ringan karena kurus. Sehingga mereka tidak curiga saat tanduku terasa ringan. Di samping itu, usiaku masih sangat belia. Mereka menggiring unta dan membawanya pergi.
Akhirnya aku berhasil menemukan kalungku kembali. Namun rombongan pasukan yang membawaku telah pergi jauh, sehingga ketika aku sampai di tempat perkemahan mereka, aku tidak menemukan siapapun.
Aku langsung menuju bekas kemahku dengan harapan mereka akan mencariku dan menemukanku di tempat semula. Ketika aku sedang duduk menunggu di tempat bekas area kemahku, aku mengantuk dan tertidur lelap.
Kebetulan Shafwan bin al-Mu’aththal as-Sullami tertinggal di belakang rombongan induk, sehingga ia kemalaman dan baru pagi itu dia sampai di tempatku. Dari kejauhan dia melihat titik hitam seperti orang yang sedang tidur. Lalu dia pun mendekatinya. Ternyata dia melihatku dan mengenaliku. Saat itu ayat tentang hijab belum turun.
Aku terbangun saat mendengar Shafwan berkata,
"Inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun" ketika mengenaliku.
Saat itu juga aku langsung menutup wajahku. Demi Allah, dia sama sekali tidak mengajak bicara denganku dan aku tidak mendengarnya mengucapkan satu kalimatpun selain istirja' tadi.
Shafwan mendudukkan untanya dan menekan dua kaki depannya agar aku dapat naik ke punggung unta itu dengan mudah. Setelah siap, dia menuntun unta itu hingga dapat menyusul rombongan pada siang hari itu juga.
Saat itulah malapetaka bermula, dan orang yang paling bertanggung jawab menyebarkan tuduhan bohong (ifki) adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Kami tiba di Madinah. Sejak tiba di Madinah, aku jatuh sakit selama 1 bulan, sehingga aku tidak tahu bahwa masyarakat gempar dengan isu yang disebarkan oleh para pembawa tuduhan bohong (ifki).
Aku sama sekali tidak tahu. Hanya saja aku merasakan ada perubahan pada Rasulullah. Aku kehilangan kelembutan yang biasanya ditunjukkan beliau saat aku sakit.
Selama aku sakit, beliau hanya menjengukku untuk mengucapkan salam, lalu bertanya, "Bagaimana keadaanmu?"
Kemudian beliau pergi meninggalkanku. Itulah yang membuatku penasaran, tapi aku masih belum menyadari kalau telah terjadi malapetaka yang besar.
Aku baru menyadarinya saat keadaanku agak membaik. Saat itu aku keluar rumah bersama Ummu Misthah.
Dia adalah putri dari Abi Ruhm, sedangkan ibunya adalah bibi dari Abu Bakar As Siddiq. Anaknya bernama Misthah.
Aku dan Ummu Misthah terpeleset karena pakaian wol yang dikenakannya. Kontan ia berujar, "Celakalah Misthah."
Aku berkata kepadanya, "Alangkah buruknya ucapanmu. Kamu mencela seorang lelaki yang ikut serta dalam perang Badar."
Ia berkata, "Apakah engkau belum mendengar apa yang telah ia katakan?"
"Memang apa yang ia katakan?"
Dia pun menceritakan mengenai ucapan para pembuat berita bohong (bahwa Aisyah telah berzina). Aku pun bertambah sakit.
Ketika aku pulang ke rumah, aku berkata,
"Bawalah aku kepada kedua orang tuaku!”
Aku ingin mengetahui secara pasti berita tersebut dari kedua orang tuaku. Rasulullah mengizinkanku datang kepada kedua orang tuaku.
Lalu aku bertanya kepada ibuku,
"Wahai Ibu! Apa yang sedang hangat dibicarakan oleh orang-orang?"
Ibuku menjawab, ‘Wahai putriku! Tidak ada apa-apa. Demi Allah, jarang sekali seorang perempuan cantik yang dicintai oleh suaminya, sementara ia mempunyai banyak madu, melainkan para madu tersebut sering menyebut-nyebut aibnya."
Aku berkata, ‘Maha Suci Allah! Berarti orang-orang telah memperbincangkan hal ini."
Maka, aku menangis pada malam tersebut sampai pagi. Air mataku tidak berhenti dan aku tidak tidur sama sekali. Kemudian di pagi hari pun aku masih menangis.
###
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika wahyu tidak segera turun.
Beliau bertanya kepada keduanya dan meminta pendapat kepada keduanya perihal menceraikan istrinya.
Usamah memberi pendapat kepada Rasulullah dengan apa yang ia ketahui bahwa sangat tidak mungkin istri beliau melakukan perbuatan tersebut, dan dengan apa yang ia ketahui tentang kecintaan Aisyah kepada beliau.
Usamah mengatakan, "Wahai Rasulullah! Mereka adalah istri-istrimu, menurut pengetahuan kami mereka hanyalah orang-orang yang baik.”
Sedangkan Ali bin Abi Thalib berpendapat, "Wahai Rasulullah! Allah tidak akan memberikan kesempitan kepadamu. Perempuan selain Aisyah masih banyak. Jika engkau bertanya kepada seorang budak perempuan, pasti ia akan berkata jujur kepadamu.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Barirah. Beliau bertanya,
"Hai Barirah! Bagaimana pendapatmu tentang Aisyah?"
"Aku tidak melihat sesuatu pun pada dirinya yang dianggap tercela, kecuali dia adalah perempuan yang masih belia yang terkadang tertidur membiarkan adonan roti keluarganya, sehingga binatang piaraannya datang, lalu memakan adonan rotinya.”
###
Kemudian Rasulullah berdiri di atas mimbar seraya bersabda, "Wahai kaum muslimin! Siapakah yang sudi membelaku dari tuduhan laki-laki yang telah menyakiti keluargaku? Demi Allah, aku tidak mengetahui tentang keluargaku kecuali kebaikan. Dan mereka juga menuduh seorang laki-laki yang sepanjang pengetahuanku adalah orang baik-baik, ia tidaklah datang menemui keluargaku kecuali bersamaku.”
Selanjutnya Sa’ad bin Mu’adz al-Anshari berdiri lalu berkata,
"Aku akan membelamu wahai Rasulullah! Jika ia dari kabilah Aus, maka akan kami tebas batang lehernya. Jika ia dari kalangan saudara-saudara kami kalangan Khazraj, maka apa yang engkau perintahkan kepada kami, pastilah kami melaksanakan perintahmu.”
Kemudian Sa’ad bin Ubadah berdiri. Ia adalah pemimpin kabilah Khazraj. Ia adalah lelaki yang shalih tetapi ia tersulut emosi. Lalu ia berkata kepada Sa’ad bin Mu’ad,
"Kamu bohong! Demi Allah! Kamu tidak akan membunuhnya dan tidak akan mampu membunuhnya. Jika ia berasal dari kabilahmu pasti kamu tidak ingin membunuhnya.”
Lalu Usaid bin Hudhair berdiri. Ia adalah sepupu Sa’ad bin Mu’adz. Ia berkata kepada Sa’ad bin Ubadah,
"Kamu bohong! Demi Allah. Sungguh kami akan membunuhnya. Kamu ini munafik dan berdebat untuk membela orang-orang munafik."
Lantas terjadi keributan antara kedua kabilah, yakni Aus dan Khazraj sehingga hampir saja mereka saling membunuh padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih di atas mimbar.
Kemudian Rasulullah menenangkan mereka sampai mereka diam dan Rasulullah sendiri juga terdiam.
###
Pada hari itu aku menangis. Air mataku terus menetes tiada henti dan aku tidak tidur sama sekali. Kedua orang tuaku beranggapan bahwa tangisan dapat membelah hatiku.
Ketika keduanya sedang duduk di sampingku, tiba-tiba seorang perempuan dari kalangan Anshar meminta izin kepadaku, lalu aku pun memberi izin kepadanya sehingga ia duduk seraya menangis di sampingku.
Ketika kami masih dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Rasulullah masuk, dan kemudian duduk.
Beliau tidak pernah duduk di sampingku sejak beredarnya isu tersebut. Dan telah sebulan penuh tidak ada wahyu turun mengenai perkaraku ini.
Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta kesaksian pada saat beliau duduk seraya berkata,
"Amma ba’du, hai Aisyah! Sungguh, telah sampai kepadaku isu demikian dan demikian mengenai dirimu. Jika engkau memang bersih dari tuduhan tersebut, pastilah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membebaskanmu. Dan jika engkau melakukan dosa, maka memohonlah ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bertaubatlah kepada-Nya, karena sesungguhnya seorang hamba yang mau mengakui dosanya dan bertaubat, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima taubat-Nya.”
Tatkala Rasulullah telah selesai menyampaikan sabdanya ini, maka derai air mataku mulai menyusut, hingga aku tidak merasakan satu tetes pun.
Lalu aku berkata kepada ayahku, ‘Tolong sampaikan jawaban kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas nama aku!"
Dia menjawab,
"Demi Allah, aku tidak tahu apa yang harus aku sampaikan kepada Rasulullah."
Selanjutnya aku berkata kepada ibuku,
"Tolong sampaikan jawaban kepada Rasulullah atas namaku!"
Dia menjawab, ‘Demi Allah, aku juga tidak tahu apa yang harus aku sampaikan kepada Rasulullah."
Lalu aku berkata,
"Aku adalah seorang perempuan yang masih belia. Demi Allah, aku tahu bahwa kalian telah mendengar berita ini, sehingga kalian simpan di dalam hati dan kalian membenarkannya. Maka, jika kukatakan kepada kalian bahwa aku bersih dari tuduhan tersebut, maka kalian tidak akan mempercayaiku. Dan jika aku mengakui sesuatu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui bahwa aku terbebas darinya, malah kalian sungguh-sungguh mempercayaiku."
"Demi Allah, aku tidak menjumpai pada diriku dan diri kalian suatu perumpamaan selain sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Yusuf Alaihi Salam:
“Maka hanya sabar yang baik itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS. Yusuf: 18)
Kemudian aku berpaling, aku berbaring di atas tempat tidurku.
###
Aku benar-benar terkejut ketika itu, saat tak ada seorang pun yang membelaku, ternyata justru Allah-lah yang melepaskanku dari isu tersebut.
Demi Allah, aku tidak pernah menyangka akan diturunkan suatu wahyu yang akan selalu dibaca, ayat tentang peristiwa yang menimpaku ini.
Sungguh persoalanku ini terlalu remeh untuk difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjadi sesuatu yang akan selalu dibaca manusia hingga akhir zaman
Sebenarnya yang aku harapkan ialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermimpi di dalam tidurnya, yang di dalam mimpi tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala membebaskanku dari tuduhan tersebut.
Demi Allah, Rasulullah belum sempat beranjak dari tempat duduknya dan belum ada seorang pun dari anggota keluargaku yang keluar sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya.
Rasulullah merasa berat ketika menerima wahyu. Sampai-sampai beliau bercucuran keringat bagaikan mutiara, padahal ketika itu sedang musim penghujan. Hal ini lantaran beratnya wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Seketika, kesusahan telah lenyap dari hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tersenyum bahagia.
Kalimat yang pertama kali beliau katakan adalah,
"Bergembiralah, wahai Aisyah! Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membebaskanmu."
Ibuku berkata kepadaku,
"Berdirilah kepada Nabi."
Aku berkata,
"Demi Allah, aku tidak akan berdiri kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tidak akan memuji kecuali hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allahlah yang menurunkan wahyu yang membebaskan diriku."
Inilah ayat yang diturunkan:
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.
Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu.
Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar (pula).” (QS. An-Nur: 11)
Sampai sepuluh ayat secara keseluruhan.
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan ayat ini yang menjelaskan tentang kebebasanku, maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anha –beliau adalah orang yang memberikan nafkah kepada Misthah karena masih ada hubungan kerabat dan karena ia orang fakir- berkata,
"Demi Allah, aku tidak akan memberi nafkah kepadanya lagi untuk selamanya setelah apa yang ia katakan kepada Aisyah."
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat berikut:
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur: 22)
Lantas Abu Bakar berkata, "Baiklah. Demi Allah, sungguh aku suka bila Allah mengampuniku."
Kemudian beliau kembali memberi nafkah kepada Misthah yang memang sejak dahulu ia selalu memberinya nafkah. Bahkan berkata,
"Aku tidak akan berhenti memberi nafkah kepadanya untuk selamanya."
Rasulullah bertanya kepada Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah, mengenai persoalanku ini.
Beliau berkata, ‘Wahai Zainab, apa yang kamu ketahui atau yang kamu lihat?’
Dia menjawab, "Wahai Rasulullah! Aku menjaga pendengaran dan penglihatanku. Demi Allah, yang aku tahu dia hanyalah wanita yang baik."
Aisyah berkata,
"Dialah di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyaingiku dalam hal kecantikan, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala melindunginya dengan sifat wara’.
Sedangkan saudara perempuannya, Hamnah binti Jahsy bertentangan dengannya. Maka, binasalah orang-orang yang binasa.”
Sumber:
Buku 35 Sirah Shahabiyah Jilid 1, Mahmud Al Mishri, Penerbit Al I'tishom Cahaya Umat, Jakarta, 2010
Berapakah Sebenarnya Usia Aisyah Saat
Menikah?
Dari buku-buku literatur tentang usia Aisyah saat menikah dengan Rosulullah, ada yang mengatakan beliau menikah di usia 6 atau 7 tahun, dan baru dipertemukan dengan Rasulullah di usia 9 atau 11 th.
Sedangkan usia Rasulullah saat itu sekitar 50 tahun. Hal inilah yang dijadikan bahan oleh kaum kafir untuk memfitnah Rasulullah. Bagaimana mungkin seorang lelaki di usia 50 th, menikahi anak-anak usia 6 atau 9 thn?
Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Rasulullah dengan Aisyah.
Ada juga yang berpendapat bahwa di usia itu Aisyah sudah menstruasi, jadi sah-sah saja menikah.
Bagaimanapun, penjelasan seperti itu kurang memuaskan bagi sebagian orang. Padahal Rasulullah adalah uswatun khasanah, yang semua tindakannya menjadi teladan bagi kita.
###
Seorang teman suatu kali bertanya kepada saya, "Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?" Saya terdiam.
Dia melanjutkan, "Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?"
Saya katakan padanya, "Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini." Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.Dan perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan bahwa Nabi tidak menikahi anak di bawah umur.
Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah.
Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari tuduhan sebagai orang tua yang tidak bertanggung jawab menikahi anak polos berusia 7 tahun.
Berikut ini hasil penelusuran panjang sumber-sumber sejarah tentang usia Aisyah sebenarnya.
###
BUKTI #1 : Pengujian terhadap Sumber yang Menyatakan Nabi Menikahi Gadis Usia 7/9 tahun.
Perawi hadis yang mengatakan usia Aisyah saat dipinang Rasulullah hanya Hisyam bin Urwah. Padahal harusnya minimal 2 atau 3 orang yang mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun di Madinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal sampai usia 71 tahun, yang menceritakan hal ini. Selain itu banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.
Yaqub ibn Shaibah mencatat :
”Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq."
(Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq, Yaqub berkata : ”Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq.”
Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).
Berdasarkan referensi ini, ingatan Hisham sangatlah jelek saat usia tua dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.
###
KRONOLOGI: tanggal penting dalam sejarah Islam:
Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
###
BUKTI #2 : Usia Aisyah Saat Dipinang
Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan:"Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya "(Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).
Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).
Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
###
BUKTI #3: Usia Aisyah Dihubungkan dengan Usia Fatimah.
Ibnu Hajar mengatakan bahwa, “Fatimah dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah.”
(Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).
Jika Statement Ibn Hajar adalah benar, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.
###
BUKTI #4: Usia Aisyah jika dihitung dari umur Asma'.
Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd:"Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).
Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).
Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M). (100 - 73 = 27)
jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.
Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
###
BUKTI #5: KEIKUTSERTAAN AISYAH DALAM PERANG BADAR DAN UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan:
"Ketika kita mencapai Shajarah".
Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.
Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal):
"Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. Saya melihat Aisyah dan Ummu Sulaim dari jauh.Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya (yang menghalangi mereka bergerak dalam perjalanan)."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.
Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya ikut dalam Uhud. Ketika itu Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tersebut."
Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud
KESIMPULAN:
Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.
###
BUKTI #6: USIA AISYAH SAAT TURUNNYA SURAT AL QAMAR
Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke 8 sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini
“Saya seorang gadis muda (jariyah) ketika Surah Al-Qamar diturunkan."
(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).
Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke 8 sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. Jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, berarti Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan.
Menurut riwayat diatas, tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda (jariyah), bukan bayi yang baru lahir (sibyah) ketika turunnya wahyu surat Al-Qamar.
Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia antara 14-21 tahun ketika dinikahi Nabi.
###
BUKTI #7: TERMINOLOGI BAHASA ARAB PADA KATA "BIKR"
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi.
Nabi bertanya kepadanya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”.
Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata "bikr" dalam bahasa Arab TIDAK digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah "jariyah". Kata "bikr" disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”.
Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).
Kesimpulan:
Arti literal dari kata bikr (gadis), dalam hadist di atas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.
###
BUKTI #8: AYAT DI AL QURAN
Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 6 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim.
Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri. Ayat tsb mengatakan :
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (Qs. 4:5)
"Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya." (Qs. 4:6)
Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka terhadap kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Disini, ayat Qur’an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, maka gadis tersebut tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah.
Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada
mengambil tugas sebagai isteri. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar, seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.
KESIMPULAN:
Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun itu bertentangan dengan hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, kisah pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos belaka.
###
BUKTI #9: IJIN DALAM PERNIKAHAN
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.
Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Tidak terbayangkan bahwa Abu Bakar, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.
Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadis, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN:
Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun.
Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
###
Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat His
ham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.
Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.
Dari ke-delapan bukti di atas, bisa kita peroleh informasi, ketika Aisyah radiyallohu anhu dinikahi Rasulullah pada tahun 2H, yaitu selepas perang Badar, usia Aisyah ra. adalah sekitar 18 tahun, dan bukan 9 tahun sebagaimana kisah yang beredar di tengah-tengah masyakarat.
Wallohu a'lam bis showwab.
Sumber:
The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , Michigan.
from The Minaret Source: http://www[dot]iiie[dotnet/
Diterjemahkan oleh : Cahyo P.
*Pelajaran Berharga dari Aisyah*
Aisyah adalah istri Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi. Sehingga banyak kisah kehidupan Rasulullah yang bisa kita ketahui dan teladani dari beliau.
Aisyah adalah manusia biasa, sama seperti kita. Tapi Aisyah punya banyak keistimewaan yang membuatnya pantas menjadi ummul mukminin, pendamping Rasulullah.
Berikut ini adalah kisah-kisah yang menggambarkan sisi-sisi manusiawi seorang Aisyah, disamping keistimewaan dan perjuangan beliau dalam meraih derajat wanita mulia.
###
*BIARKAN AKU IKUT PERDAMAIAN DI ANTARA
KALIAN*
Rasulullah selalu berusaha menyenangkan dan membahagiakan istrinya.
Suatu ketika Abu Bakar, meminta izin untuk menemui Rasulullah. Tiba-tiba dia mendengar Aisyah berbicara kepada Nabi dengan nada yang cukup tinggi.
Segera Abu Bakar menegur,
"Wahai putriku! Mengapa engkau berani berbicara kepada Rasulullah dengan suara keras seperti itu?"
Dan Abu Bakar pun memarahi Aisyah. Terjadilah perdebatan kecil diantara mereka.
Melihat hal ini, Rasulullah segera melerainya. Kemudian Abu Bakar pulang. Sedangkan Rasulullah berusaha menghibur dan menenangkan Aisyah.
"Bukankah engkau melihat sendiri, aku telah melindungimu dari kemarahan ayahmu?"
Beberapa saat kemudian Abu Bakar datang menemui Rasulullah. Kali ini dia mendengar beliau sedang tertawa-tawa dengan Aisyah.
Maka Abu Bakar berkata,
"Biarkanlah aku ikut merasakan perdamaian di antara kalian, sebagaimana aku ikut dalam perselisihan kalian tadi." (HR Abu Dawud)
Demikianlah.. Rasulullah adalah seorang suami yang bijak dalam menghadapi kemarahan seorang istri. Ketika istri marah-marah, bukan dihadapi dengan emosi, melainkan dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketenangan. Beliau mampu mengubah perselisihan menjadi perdamaian yang penuh canda tawa.
###
*SESUNGGUHNYA ENGKAU BERAKHLAQ MULIA*
Aisyah menyaksikan sendiri kemuliaan akhlak Rasulullah salallahu alaihi wasallam. Sebagaimana disampaikan dalam Al Quran :
"Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung." (Al Qalam 4)
Aisyah berkata,
"Rasulullah salallahu alaihi wasallam tidak pernah memukul apapun dengan tangannya. Beliau tidak pernah memukul istri, atau pelayan, atau siapapun. Beliau hanya memukul ketika berjihad di medan perang.
Beliau juga tidak pernah membalas dendam terhadap orang yang menyakitinya, kecuali jika aturan Allah dilanggar. Saat itulah beliau membalasnya karena Allah azza wa jalla." (HR Muslim)
Meskipun Rasulullah salallahu alaihi wasallam sangat sibuk dengan ibadah dan mengurusi berbagai persoalan umat, namun beliau tetap tampil sebagai suami yang ideal.
Beliau masih sempat membantu istrinya menyelesaikan urusan rumah.
Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Rasulullah jika di dalam rumah. Dia menjawab,
"Beliau membantu pekerjaan istrinya, sampai terdengar azan, barulah beliau keluar rumah." (HR Bukhari).
Pernah Aisyah kesulitan menaiki unta, sehingga dia menarik-narik untanya. Melihat hal ini Rasulullah salallahu alaihi wasallam berkata,
"Hendaknya engkau bersikap lembut, karena kelembutan dalam segala sesuatu hanya akan menambahnya lebih indah. Dan jika kelembutan hilang dari sesuatu, maja akan membuatnya bertambah jelek."
Demikianlah Rasulullah menegur Aisyah dengan bijak, sekaligus mengajarkan untuk selalu bersikap lembut sekalipun itu terhadap hewan.
Urwah bin Zubair meriwayatkan bahwa Aisyah berkata: Suatu ketika beberapa orang Yahudi menemui Rasulullah salallahu alaihi wasallam.
Mereka, orang-orang Yahudi itu, berkata :
"As-saamu 'alaikum."
Kalau diterjemahkan artinya: Semoga kematian menghampirimu.
Aisyah menangkap maksud perkataan mereka ini. Maka dia langsung menjawab :
"Wa alaikumus salam wal la'nah."
(Begitu juga kalian, semoga kematian dan laknat menghampiri kalian).
Mendengar hal ini, Rasulullah berkata,
"Tenanglah, wahai Aisyah. Sesungguhnya Allah menyukai kelembutan dalam segala sesuatu."
"Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka katakan tadi?"
Beliau menjawab,
"Ya, aku sendiri menjawabnya : Wa alaikum (Dan kalian juga)."
Rasulullah juga sangat tulus dan objektif. Meskipun beliau mencintai Aisyah, tetapi beliau tetap menegurnya jika salah.
Pernah suatu ketika Aisyah karena cemburu kepas Shafiyyah binti Huyay, maka dia menyindir kekurangannya di hadapan Rasulullah sebagai berikut:
"Cukuplah engkau mengetahui kekurangan Shafiyyah, bahwa dia itu pendek."
Maka Rasulullah pun menegur Aisyah,
"Sesungguhnya engkau telah mengatakan kata-kata yang apabila dicampur dengan air laut, maka air laut akan tercemar olehnya. "
###
*KECERDIKAN AISYAH*
Suatu malam, Rasulullah membuka baju luarnya dan melepas sandal dan meletakkan di dekat kakinya. Kemudian beliau berbaring di sebelahku pelan-pelan, karena mengira aku telah tidur pulas. Beliau tampaknya khawatir membangunkanku.
Tiba-tiba, beliau bangun dan memakai baju luarnya serta sandalnya dengan pelan-pelan, lalu keluar dan menutup pintu pelan-pelan.
Aku segera mengambil penutup kepala dan mengarungkan kain hitam pada bagian atas tubuhku (agar tersamar), lalu membuntuti beliau dari belakang.
Ternyata Rasulullah menuju kuburan Baqi'. Di sana beliau berdiri lama sekali, kemudian terlihat beliau mengangkat kedua tangannya tiga kali, lalu membalikkan tubuhnya.
Maka akupun segera membalikkan tubuhku. Ketika kulihat beliau mempercepat jalannya, maka akupun berjalan lebih cepat lagi.
Ketika beliau setengah berlari, maka aku pun melakukan hal yang sama. Ketika beliau berlari, maka aku pun berlari.
Akhirnya aku sampai di rumah lebih dulu daripada beliau dan langsung masuk rumah.
Aku baru saja membaringkan tubuh di atas tempat tidur, saat Rasulullah muncul.
"Ada apa denganmu Aisyah? Mengapa napasmu tersengal-sengal?"
"Tidak ada apa-apa."
"Engkau mau memberitahuku atau biar Allah saja yang memberitahuku?"
Maka akupun menceritakan apa yang baru saja kulakukan.
Mendengar hal itu, Rasulullah berkata,
"Berarti bayangan hitam yang ada di depanku tadi itu engkau?"
"Benar."
Rasulullah tampak amat sangat marah.
"Apakah engkau mengira Allah dan RasulNya akan mendzalimimu?"
Aku berkata dalam hati 'Sehebat apapun aku menyembunyikannya maka Allah pasti mengetahuinya,' maka saat itu juga aku menjawab,
"Benar."
Rasulullah menjelaskan,
"Sesungguhnya tadi Jibril datang kepadaku. Ia memanggilku dengan suara yang tidak engkau dengar, lalu aku menjawabnya tanpa terdengar olehmu. Dia tidak mungkin masuk, karena engkau telah bersiap tidur.
Saat itu aku mengira engkau tertidur lelap. Aku khawatir mengganggu tidurmu dan mengagetkanmu.
Jibril berkata, 'Sesungguhnya Tuhanmu menyuruh agar engkau datang ke pekuburan Baqi' untuk memohonkan ampunan bagi orang-orang yang dimakamkan disana.'"
Mendengar penuturan itu aku lalu bertanya,
"Lantas apa yang harus kukatakan jika datang ke pekuburan?"
Beliau menjawab,
"Kesejahteraan bagimu wahai para penghuni kubur, yang terdiri dari orang-orang mukmin dan muslim. Semoga Allah mengasihi semua yang telah mendahului dan yang akan menyusul di kemudian hari di antara kita. Dan sesungguhnya InsyaAllah kami akan menyusul kalian."
(HR Muslim)
Di sini kita bisa melihat betapa cerdiknya Aisyah. Ketika dia tahu bahwa Rasulullah marah padanya, maka ia berusaha mengalihkan pembicaraan dari faktor yang memicu kemarahan beliau kepadanya ke perkara lain.
###
*KECEMBURUAN AISYAH*
Aisyah sangat mencintai Rasulullah salallahu alaihi wasallam, sekaligus sangat cemburu kepada beliau.
Aisyah menceritakan:
Pada suatu malam, Rasulullah keluar rumah. Aku langsung cemburu. Ketika pulang, beliau melihat kecemburuanku itu. Beliau bertanya,
"Ada apa denganmu, wahai Aisyah? Apakah engkau cemburu?"
Aku menjawab,
"Bagaimana mungkin orang sepertiku tidak cemburu kepada orang sepertimu?"
Rasulullah berkata,
"Apakah setanmu telah datang lagi?"
"Wahai Rasulullah, apakah ada setan bersamaku?"
"Ya."
"Apakah setiap orang juga disertai setan?"
"Ya."
"Lalu, bagaimana denganmu ya Rasulullah?"
"Ya. Aku juga sama. Hanya saja Allah menolongku dengan membuatnya masuk Islam."
(HR Muslim).
...
Suatu ketika Ummu Salamah menyuruh seorang pelayan mengirim makanan dalam nampan untuk Rasulullah dan para sahabatnya.
Saat itu Rasulullah sedang berada di rumah Aisyah. Tiba-tiba Aisyah yang berada di dekat beliau, memukul nampan itu hingga jatuh dan pecah.
Rasulullah memungut makanan yang berserakan seraya berkata,
"Makanlah, ibu kalian sedang cemburu."
Lalu beliau mengambil nampan baru milik Aisyah dan menyerahkannya kepada pelayan tersebut untuk menggantikan nampan yang pecah. Sedangkan nampan yang pecah tetap disimpan di situ. (HR Bukhari).
...
Aisyah berkata:
Aku tidak pernah cemburu sebesar cemburuku pada Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya. Masalahnya Rasulullah selalu menyebut-nyebut namanya. Bahkan apabila beliau menyembelih kambing, maka beliau memotong-motongnya menjadi beberapa bagian, lalu membagi-bagikannya kepada teman-teman Khadijah.
Aku pun mengomentari hal ini,
"Seperti tidak ada wanita lain di dunia ini selain Khadijah."
Maka beliau menjawab,
Sesungguhnya Khadijah adalah begini, begini, dan aku mendapat keturunan darinya."
Aku pernah membuat Rasulullah marah karena berkata,
"Lagi-lagi Khadijah!"
Beliau berkata,
"Sesungguhnya aku sangat mencintainya."
Duh..meleleh mendengarnya. (-red)
Dalam riwayat yang lain Aisyah berkata,
Suatu hari Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Khadijah, minta izin bertemu dengan Rasulullah salallahu alaihi wasallam.
Mendengar suaranya, Rasulullah teringat dengan suara Khadijah, sehingga beliau tampak senang dengannya.
Beliau segera sadar dan bergumam,
"Ya Allah, dia itu Halah binti Khuwailid."
Aisyah cemburu dan berkata,
"Apa yang engkau ingat dari seorang wanita tua, padahal Allah telah memberimu pengganti yang lebih baik darinya?"
Aku melihat beliau sangat marah dengan kata-kataku itu, hingga aku gemetar ketakutan. Dalam hati aku berdoa, 'Ya Allah, seandainya Engkau menghilangkan kemarahan Rasul-Mu kepadaku, maka aku tidak akan pernah menjelek-jelekkan Khadijah lagi.'
Sepertinya Rasulullah mengerti perasaanku. Beliau berkata,
"Demi Allah, Khadijah beriman kepadaku ketika semua orang mendustakanku, melindungiku ketika semua orang menolakku, dan aku mendapat keturunan darinya.
Begitulah.. sungguh mengherankan Aisyah sangat cemburu kepada seorang wanita tua yang telah meninggal dunia. Namun besarnya cinta Rasulullah kepadanya, membuat Aisyah bisa meredam kecemburuannya itu.
###
*KEDUDUKAN AISYAH DI HATI RASULULLAH*
Amr bin Al Ash bertanya,
"Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?"
"Aisyah."
"Kalau dari kalangan laki-laki siapa?"
"Ayahnya."
Aku bertanya lagi,
"Lalu siapa?"
Beliau menyebut nama beberapa orang. Akhirnya aku tidak bertanya lagi kareba takut namaku disebut pada urutan terakhir.
Rasulullah sangat mencintai Abu Bakar, hingga pernah berkata:
"Seandainya aku boleh menjadikan seseorang sebagai kholil (kekasih), maka aku pasti menjadikan Abu Bakar sebagai khalilku. Akan tetapi persaudaraan Islam lebih baik."
Aisyah menyatakan bahwa ia pernah bertanya,
"Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?"
"Kenapa engkau bertanya seperti itu?"
"Karena aku ingin mencintai orang yang engkau cintai."
Beliau menjawab,
"Dia adalah Aisyah."
(HR Thabrani)
##
*AKU HANYA BISA MENJAUHI NAMAMU*
Aisyah berkata:
Suatu ketika Rasulullah salallahu alaihi wasallam berkata kepadaku,
"Sesungguhnya aku tahu kapan engkau sedang senang padaku dan kapan engkau sedang marah padaku."
"Bagaimana engkau mengetahuinya wahai Rasulullah?"
"Jika engkau sedang senang kepadaku, maka engkau akan berkata : 'Tidak, demi Tuhan Muhammad!'.
Tapi jika engkau sedang marah, maka engkau akan berkata : "Tidak, demi Tuhan Ibrahim.!"
Aisyah berkata,
"Itu benar. Demi Allah, wahai Rasulullah! Aku hanya bisa menjauhi namamu saja."
Sumber: Buku 35 Sirah Sahabiyah, Mahmud Al Mishri, Penerbit Al Itishom, Jakarta, 2010
KESALIHAN AISYAH
***
Rasulullah berkata, "Hai, Aisy! Ini Jibril. Ia mengucapkan salam kepadamu."
Aisyah membalas, " Wa alaihis salam warahmatullahi wabarakatuh. (Semoga Jibril juga mendapat kesejahteraan, limpahan kasih sayang dan berkah dari Allah)."
"Wahai Rasulullah, engkau melihat sesuatu yang tidak dapat kulihat."
(HR Bukhari).
Itulah Aisyah, istri Rasulullah, yang mendapat salam dari malaikat Jibril.
###
DIBESARKAN DAN DIDIDIK DALAM
LINGKUNGAN ORANG SHALIH
Rasulullah pernah mengatakan tentang ayahnya Aisyah sebagai berikut :
"Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling keras dalam menegakkan perintah Allah adalah Umar, yang paling tulus rasa malunya adalah Utsman, dan yang paling pandai memecahkan persoalan adalah Ali." (HR Tirmidzi).
Ibunya Aisyah adalah Ummu Ruman binti Amir, sosok sahabat wanita terkemuka yang banyak menorehkan jasanya kepada Islam.
Kakak kandung Aisyah adalah Asma binti Abu Bakar yang terkenal dengan gelar 'dzaatun nithaaqain (pemilik dua selendang).
Iparnya adalah Hawari Rasulullah (pembela setia Rasulullah) yaitu Zubair bin Awwam.
Kakak laki-lakinya adalah Abdurrahman bin Abu Bakar, seorang lelaki pemberani dan ahli memanah yang tersohor.
Kakeknya, Abu Quhafah turut masuk Islam dan menjadi sahabat Rasulullah.
Tiga orang bibinya, semua termasuk golongan sahabat Rasulullah, yaitu Ummu Amir, Quraibah, dan Ummu Farwah.
Itulah silsilah keluarga Aisyah yang penuh berkah. Aisyah keluar dari akarnya dan hidup di antara dahan-dahannya, sehingga tumbuh mekar dan menjadi bunga yang sangat indah di tengah-tengah manusia.
###
KEZUHUDAN DAN KEDERMAWANAN AISYAH
Aisyah belajar kezuhudan dari sang ayah, Abu Bakar, yang mengorbankan seluruh hartanya di jalan Allah dan hatinya tidak pernah sedikitpun terpaut dengan materi dunia.
Setelah menikah dengan Rasulullah, pemimpin para ahli zuhud. Aisyah mencapai derajat kezuhudan yang sangat tinggi, karena setiap saat melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Rasulullah menolak kenikmatan hidup duniawi dan lebih memilih apa yang ada di sisi Allah.
Rasulullah bersabda,
"Seandainya aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud, maka aku tidak merasa senang jika dalam 3 hari berikutnya masih tersisa sedikit darinya, kecuali yang aku persiapkan untuk membayar hutang." (HR Bukhari).
***
Aisyah berkata, "Rasulullah meninggal dunia tanpa meninggalkan sedikitpun makanan di rumahku, kecuali sedikit gandum yang tersimpan di atas rak. Aku terus makan darinya dalam waktu yang cukup lama (tidak habis-habis), hingga akhinya aku timbang dan barulah habis." (HR Bukhari).
***
Abdulllah bin Mas'ud berkata: Rasulullah tidur di atas tikar sehingga bekas guratan tampak pada jidatnya. Kami berkata,
"Wahai Rasulullah, sudikah engkau jika kami buatkan kasur untukmu?"
Beliau menjawab, "Apa urusanku dengan kesenangan dunia? Keberadaanku di dunia hanya seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon lalu dia pergi meninggalkannya. " (HR Tirmidzi)
Aisyah meriwayatkan,
"Keluarga Muhammad saw tidak pernah kenyang dengan roti gandum selama dua hari berturut-turut sampai beliau meninggal dunia." (HR Muslim).
***
Urwah bin Zubair meriwayatkan bahwa Aisyah pernah berkata,
"Demi Allah, wahai keponakanku! Kami pernah melihat kemunculan bulan sabit, lalu bulan sabit berikutnya, lalu bulan sabit berikutnya, yakni tiga kali kemunculan bulan sabit atau dua bulan berturut-turut, di rumah-rumah keluarga Rasulullah, sama sekali tidak dinyalakan api (memasak)."
Urwah bertanya,
"Bibi, lalu dengan apa mereka dapat bertahan hidup?"
Aisyah menjawab,
"Dengan al aswadaan, yakni kurma dan air. Hanya saja Rasulullah mempunyai beberapa tetangga dari kalangan Anshar yang mempunyai kambing. Mereka sering mengirimkan susunya kepada beliau. Lalu beliau memberikannya kepada kami." (HR Bukhari).
***
Aisyah berkata:
Pada suatu hari seorang wanita dari kalangan Anshar masuk ke rumahku. Ia melihat kasur Rasulullah hanya berupa kain yang dilipat. Maka ia segera pulang ke rumahnya dan mengirimkan kasur yang isinya terdiri dari wol.
Ketika Rasulullah masuk ke rumah, beliau bertanya,
"Apa ini?"
Aku menjawab,
"Tadi Fulanah dari kalangan Anshar berkunjung ke sini, lalu melihat kasurmu, maka ia pulang dan mengirimkan kasur ini."
Rasulullah berkata,
"Kembalikan kasur ini kepadanya."
Aku tidak mengembalikannya karena senang kasur itu ada di rumahku.
Rasulullah menyuruhku mengembalikannya sebanyak tiga kali, lalu beliau bersabda,
"Wahai Aisyah, kembalikanlah. Demi Allah, jika aku mau, maka Allah akan memberiku bergunung-gunung emas dan perak." (HR Imam Ahmad).
Setelah sekian lama Aisyah mendidik jiwa dan raganya dalam pola hidup zuhud ayah dan suaminya, maka seluruh lembaran kehidupan Aisyah merefleksikan tingkat kezuhudan yang tiada tara dari segenap kenikmatan duniawi dan perhiasannya. Hati Aisyah hanya haus dengan keridhaan Allah dan surgaNya.
Aisyah berkata,
"Sejak Nabi wafat, aku tidak pernah makan kenyang, kecuali kenyang karena menangis. Seluruh keluarga Muhammad saw tidak pernah kenyang hingga beliau wafat."
***
Urwah pernah menggambarkan gaya hidup Aisyah.
"Aisyah pernah membagi-bagikan 70.000 dirham (uang perak), padahal pada saat yang sama ia menambal jahitan pakaiannya."
Note:
1 dirham = Rp 65.340,-
70.000 dirham = 4.573.800.000 → 4,5 miliar
***
Abdullah bin Zubair berkata,
"Aku tidak pernah menemukan wanita yang lebih dermawan dari Aisyah dan Asma', meskipun gaya kezuhudannya berbeda. Aisyah membiarkan hartanya terkumpul hingga ketika dirasa telah cukup banyak, maka dia akan membagikan semuanya. Sedangkan Asma, jika mempunyai sesuatu, dia tidak pernah menyimpannya sampai besok. (Langsung membagikan semuanya)."
***
Suatu ketika Ibnu Zubair mengirim dua karung berisi uang kepada Aisyah. Aku menaksir jumlahnya sekitar 180.000 dirham. Aisyah menyuruh diambilkan nampan. Hari itu ia sedang berpuasa.
Note:
1 dirham = Rp 65.340,
180.000 dirham = 11.761.200.000 → 11,7 miliar
Lalu Aisyah duduk dan asyik membagi-bagikannya kepada orang-orang yang memerlukan. Sore hari itu juga semua uang itu habis tak bersisa walaupun hanya satu dirham.
Saat itulah Aisyah berkata, "Wahai pelayan, bawakan hidangan buka puasa kesini."
Maka datanglah pelayan membawa sepotong roti dan minyak.
Melihat hal itu, Ummu Dzurrah berkata,
"Apakah dari semua uang yang engkau bagi-bagikan hari ini, engkau tidak bisa menyisakan satu dirham saja untuk membeli daging dan menjadi hidangan buka puasa kita?"
Aisyah menjawab,
"Jangan salahkan aku. Seandainya engkau mengingatkannya kepadaku, maka aku pasti melakukannya."
***
Ibnu Yaman Al Maki menuturkan:
Aku pernah menjumpai Aisyah. Saat itu dia memakai pakaian yang harganya hanya 5 dirham. Aisyah berkata kepadaku,
"Lihat pelayan wanitaku, dia tidak suka memakai pakaian ini di dalam rumah. Setiap istri Nabi punya pakaian yang pernah dipakai semasa Rasulullah masih hidup. Setiap wanita di kota Madinah ingin melangsungkan pernikahan, maka ia pasti meminjam itu dariku." (HR Bukhari).
***
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Aisyah pernah berkata:
Seorang wanita miskin bersama dua anak perempuannya datang kepadaku meminta makan. Saat itu aku hanya memiliki 3 butir kurma dan kuberikan padanya. Sang ibu memberi masing-masing putrinya satu kurma. Dia sendiri mendapat satu kurma.
Ketika dia hampir memasukkan kurma ke dalam mulutnya, tiba-tiba kedua anaknya minta lagi. Maka dia belah kurma yang hampir dimakannya itu menjadi dua dan membagikannya kepada kedua putrinya
Aku kagum dengan perbuatannya itu. Maka aku ceritakan apa yang dilakukan wanita itu pada Rasulullah.
Kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah telah mencatatnya sebagai ahli surga karena kurmanya itu, atau telah membebaskannya dari siksa neraka karena kurmanya itu."
###
AHLI PUASA DAN. AHLI IBADAH
Al Qashim berkata,
"Aisyah melakukan puasa sepanjang masa. Kecuali pada hari yang dilarang berpuasa."
Urwah menuturkan bahwa Aisyah selalu berpuasa. Ia hanya berbuka (tidak puasa) pada haru Idul Adha dan Idul Fitri.
***
Urwah berkata:
Setiap hari aku memulai kegiatanku dengan mengunjungi bibiku, Aisyah, untuk mengucapkan salam padanya.
Pada suatu hari aku melihatnya sedang shalat dan berdoa. Ia membaca firman Allah:
"Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka." (At Thur 27).
Aisyah terus berdoa dan menangis sambil mengulang-ulang bacaan ayat itu. Aku tetap berdiri hingga merasa bosan. Akupun mampir ke pasar dulu untuk membeli keperluanku dan kembali lagi ke rumahnya.
Ternyata Aisyah masih berdiri seperti tadi. Ia masih shalat dan menangis.
###
INGIN IKUT BERJIHAD
Besarnya semangat Aisyah untuk menjalankan setiap ketaatan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah, mendorongnya untuk meminta ijin kepada Rasulullah untuk mengikuti jihad, karena sering mendengar keutamaan-keutamaan jihad.
Aisyah berkata,
Aku pernah ijin kepada Nabi salallahu alaihi wasallam agar diperbolehkan ikut berjihad. Beliau menjawab :
"Jihad kalian (wanita) adalah haji."
(HR Bukhari)
Meskipun demikian, Aisyah tetap menunjukkan kesabaran yang sangat tinggi saat menemani para mujahidin di medan perang. Ia berusaha sekuat tenaga untuk memberikan segenap kemampuannya demi membela agama yang agung ini.
Ketika terjadi Perang Uhud, Aisyah turut andil membawa air di atas pundaknya untuk memberi minum kepada para mujahidin.
Anas bin Malik menceritakan peran Aisyah dalam perang tersebut,
"Aku melihat Aisyah dan Ummu Sulaim bergerak sangat cekatan, sehingga gelang yang melingkar pada kaki mereka terlihat. Mereka membawa wadah-wadah air di atas perut mereka. Kemudian memberikannya kepada tentara kaum muslimin. Setelah habis, mereka berdua kembali untuk mengisi wadah-wadah tersebut dengan air dan datang lagi untuk meminumkannya kepada para mujahidin. (HR Bukhari)
***
Dalam Perang Khandaq, Aisyah menunjukkan keberanian dan ketegaran yang sangat jarang dimiliki oleh seorang wanita, hingga tokoh sekaliber Umar bin Khattab merasa heran dengan keberaniannya ketika memergokinya sedang mendekati barisan depan pasukan mujahidin.
Aisyah menceritakan peristiwa ini:
Dalam Perang Khandaq aku pernah keluar dari benteng dan mengikuti jejak pasukan kaum muslimin.
Tiba-tiba aku mendengar suara langkah-langkah berat di belakangku. Ternyata Saad bin Muadz dan keponakannya, Al Haris bin Aus sedang berjalan membawa perisai.
Aku langsung menyelinap dan merapatkan tubuhku dengan tanah. Tidak lama kemudian Saad lewat dengan memakai baju besi.
Aku takut terkena ayunan tangan dan kakinya, karena Saad memiliki postur tubuh tinggi besar. Ketika lewat, aku mendengarnya melantunkan sebuah bait puisi:
"Tunggulah sebentar saat perang akan membawa.
Kematiab yang paling indah jika ajal telah tiba."
Setelah mereka berlalu, aku pun beranjak dan masuk ke dalam sebuah kebun. Ternyata di sana ada beberapa tentara muslim, salah satunya adalah Umar bin Khattab.
Ketika melihatku, Umar berkata,
"Kenapa engkau datang kemari? Demi Allah! Engkau terlalu berani. Bagaimana seandainya terjadi pertempuran atau tentara kita harus mundur?"
Umar terus menegurku hingga aku sempat berpikir lebih baik saat itu tanah yang kuinjak terbelah dan aku masuk ke dalamnya.
Orang di sebelah Umar membuka penutup kepalanya. Ternyata dia adalah Talhah bin Ubaidillah. Dia berkata,
"Wahai Umar! Hari ini engkau terlalu banyak menggerutu. Bagaimana mungkin kita mundur atau lari kecuali menuju apa yang diridlai Allah. "
###
MIMPI YANG MENJADI KENYATAAN
Aisyah menceritakan mimpinya kepada ayahnya, Abu Bakar:
"Aku bermimpi melihat ada 3 bulan yang jatuh di kamarku."
"Jika mimpimu benar, maka akan ada 3 orang terbaik di dunia ini yang akan dimakamkan di kamarmu." kata Abu Bakar.
Ketika Nabi salallahu alaihi wasallam dimakamkan, Abu Bakar mengingatkan Aisyah akan mimpinya seraya berkata,
"Inilah salah satu bulan yang engkau lihat dalam mimpimu. Dan ini adalah yang terbaik dari ketiganya."
Tak lama kemudian Abu Bakar meninggal dan dimakamkan di kamar Aisyah di sebelah makam Nabi salallahu alaihi wasallam.
Disusul oleh kematian Umar bin Khattab, itulah bulan yang ketiga. Maka sempurnalah takwil mimpi Aisyah dulu.
###
KECERDASAN AISYAH
Az Zuhri berkata,
"Jika ilmu Aisuah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh seluruh wanita lainnya, maka ilmu Aisyah lebih unggul."
Atha berkata,
"Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan paling baik pendapatnya dalam persoalan-persoalan yang menyangkut masyarakat umum."
Urwah berkata,
"Aku tidak pernah melihat orang yang lebih banyak ilmunya daripada Aisyah dalam hal pemahaman masalah-masalah agama, kedokteran, dan puisi."
Abu Musa al Asy'ari berkata,
"Ketika kami, sahabat-sahabat Rasulullah menghadapi kesulitan dalam memahami suatu hadis, lalu bertanya kepada Aisyah, maka kami pasti mendapatkan pemecahannya."
Seseorang bertanya kepad Masyruq,
"Apakah Aisyah pandai dalam masalah fara'idh (cara menghitung pembagian warisan)? "
Masyruq menjawab,
"Demi Allah, aku melihat sahabat-sahabat Rasulullah bertanya tentang fara'idh kepada Aisyah."
Dalam kitab Sahih Bukhari Muslim terdapat 1200 hadis tentang hukum. Fab Aisyah meriwayatkan lebih dari 290 hadis dan hanya sedikit yang tidak berkaitan dengan hukum
Al Hakim Abu Abdulllah mengomentari kenyataan ini dengan pernyataan ,
"Dengan demikian, Aisyah telah menyampaikan 1/4 hukum syariat."
Aisyah adalah seorang mujtahid (yang mampu membuat ijtihad). Dia memiliki pandangan yang tajama dan pemahaman yang mendalam tentang masalah ushuluddin dan ayat-ayat Al Quran yang terbilang pelik.
Selain itu Aisyah juga pandai membaca. Padahal hanya sedikit sahabat Nabi yang memiliki kemahiran ini. Tak jarang Aisyah meluruskan pendapat para sahabat. Dan jika mereka tahu Aisyah yang meluruskan, maka mereka tak segan-segan untuk mengikuti pendapatnya.
***
Abu Zinad berkata,
"Aku belum pernah melihat orang Arab yang lebih fasih daripada Urwah. Tapi ketika ada orang yang berkata padanya, "Hebat sekali puisimu, Urwah.!"
Maka dia menjawab,
"Apa artinya puisiku jika dibandingkan dengan Aisyah? Setiap mengalami peristiwa mengesankan, Aisyah selalu mengungkapkan nya dalam puisi."
***
As Sya'bi menuturkan bahwa Aisyah pernah berkata,
"Aku menguasai 1000 bait puisi Labid."
Setiap menyebut nama Aisyah, As Sya'bi selalu menyatakan kekaguman terhadap kedalaman ilmu Aisyah. Lalu ia berkata,
"Apa yang kalian ragukan dari hasil didikan Nabi salallahu alaihi wasallam!"
***
Urwah bertanya,
"Wahai Aisyah! Aku tidak heran dengan pemahamanmu tentang ilmu agama dan pengetahuanmu yang luas tentang puisi, karena engkau adalah istri Nabi dan putri Abu Bakar. Tapi aku heran dengan pengetahuanmu tentang ilmu kedokteran. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Dan darimana engkau mendapatkannya?"
Aisyah menjawab,
"Rasulullah sakit di akhir masa hidupnya. Saat itulah banyak delegasi dari berbagai kabilah Arab menemuia beliau. Lalu mereka menjelaskan beberapa obay untuk membantu kesembuhan beliau. Dan akulah yang mempraktekkannya untuk mengobati beliau.
###
AKHIR HIDUP WANITA
MULIA
Ibnu Abbas meminta ijin menemui Aisyah saat ia sakit keras. Aisyah berkata,
"Aku takut Ibnu Abbas memujiku."
"Jangan khawatir, dia adalah sepupu Rasulullah dan seorang tokoh muslim terkemuka."
Aisyah pun mengijinkan.
Ibnu Abbas berkata,
"Bagaimana kabarmu?"
Aisyah menjawab,
"Baik-baik saja, jika aku bertakwa."
Ibnu Abbas menjawab,
"InsyaAllah engkau akan baik-baik saja. Engkau adalah istri Rasulullah, satu-satunya yang dinikahi saat masih perawan, dan Allah telah menurunkan ayat untuk mengumumkan kesucianmu."
Setelah Ibnu Abbas pergi, giliran Ibnu Zubair menjenguk. Aisyah berkata,
"Tadi Ibnu Abbas menjengukku dan memujiku. Padahal, aku lebih suka jika semua orang melupakanku."
Demikianlah kerendahan hati Aisyah.
Aisyah pernah bercita-cita ingin dimakamkan di dalam rumahnya. Tapi kemudian dia berkata,
"Sesungguhnya aku pernah melakukan kesalahan setelah kepergian Rasulullah. Maka kuburkanlah jasadku bersama istri-istri Nabi lainnya."
Aisyah menyesali keterlibatannya dalam Perang Jamal. Walaupun sebenarnya ia melakukannya karena ijtihad dan ingin melakukan kebaikan, sebagaimana Thalha dan Zubair.
Pada bulan Ramadhan 58H, ummul mukminin Aisyah sakit keras dan meninggal pada tanggal 17 Ramadhan.
Jasad Aisyah r.a dimakamkan malam itu juga tepat setelah shalat Witir. Shalat jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah. Begitu banyak kaum muslimin yang menshalatinya. Hingga masyarakat Madinah menyaksikan malam yang lebih ramai daripada malam itu.
Mengantar kepergian ibunda kita yang agung ini, tidak ada kata-kata yang pantas kita ucapkan, selain firman Allah :
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman (surga) dan sungai. Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa."
(Al Qamar 54-55)
Semoga Allah meridloinya dan menjadikan surga Firdaus sebagai tempat persinggahannya.
Sumber: Buku 35 Sirah Shahabiyah Jilid 1, Mahmud Al Mishri, Penerbit Al I'tishom Cahaya Umat, Jakarta, 2010

Comments
Post a Comment